Sore ini menyenangkan sekali. Supalang ngantor saya meluncur ke Amplaz (Ambarrukmo Plaza), janjian sama teman tandem saya bikin buku Baby Traveler dan Traveling with Kids. Ketemuannya nggak berbarengan sih, tapi dibagi dalam dua sesi mengingat masing-masing punya skedul yang berbeda.
Sesi pertama, ketemuan sama kartunis yang akan bikin komik Baby Traveler. Ini adalah pertemuan kedua kami sejak kami sepakat untuk bikin buku bareng bulan Januari lalu. Berhubung waktu itu saya lagi sibuk ngurusin lay out buku UKTRIP: Smart & Fun, terpaksalah baru kali ini bisa ketemuan lagi. Tapi sebenarnya, kami tetap kontak-kontakan via e-mail. Dia juga membuat selusin skets karakter tokoh Baby Traveler yang kemudian saya pilih satu yang saya anggap pas. Selain skets karakater, saya juga memintanya untuk membuat komik dari salah satu artikel Baby Traveler yang saya posting di blog.
Nah, pada pertemuan kedua ini, saya sudah siap dengan outline dan beberapa tulisan bagian awal untuk mulai dikerjakan. Kami juga mendiskusikan style komik yang akan ditampilkan, teknik gambar, jenis font yang nanti dipakai, ukuran buku, jumlah halaman, juga mengangankan akan seperti apa sampul depannya nanti. Biar lebih mantab, kami pun pindah lokasi ngobrol dari Dunkin Donut ke Gramedia, biar bisa buka-buka buku komik lain. Jadi berasa studi literatur nih. Hihiii..!
Kelar sesi pertama, lanjut dengan sesi kedua ketemu sama teman tandem bikin buku Traveling with Kids. Dasar emak-emak ya, kami malah ngobrol ngalor ngidul nyeritain polah anak masing-masing. Hehe..! Tapi sebenarnya kami juga udah mulai ngerjain tulisan kok. Malah, sudah ada blog khusus [little traveler] untuk nge-share tulisan masing-masing. Blog khusus ini sengaja saya bikin mengingat kami akan nulis buku ini bertiga (emak satu lagi tinggal di Bandung), supaya satu sama lain bisa saling kasih masukan. Dan yang lebih penting, untuk saling menyemangati menulis.
Oh ya, beberapa hari sebelumnya, saya juga sudah ketemuan sama teman tandem nulis buku Journey to Nepal. Saya juga sudah memberinya outline buku dan membagi tulisan sesuai dengan interest kami ke Nepal. Saya akan menulis destinasi wisata Nepal secara umum dengan penekanan sisi 'culture' sementara teman saya akan menulis petualangannya saat trekking ke Himalaya lewat jalur Kala Patthar (5.643m).
Petualangannya seru. Sebab ini untuk kali pertama dia ke luar negeri dan langsung naik-naik ke puncak gunung. Tapi sudah pasti dong, segala gunung di Indonesia pernah didakinya. Nah, di buku ini dia juga akan ngasih bocoran gimana cara menyiapkan fisik sebelum mendaki Himalaya dan apa saja peralatan yang kudu dibawa. Hhmm...kira-kira berapa kilo ya, berat ranselnya?
buku indie
liku-liku nerbitin buku [sendiri]
Thursday, 10 March 2011
Wednesday, 9 March 2011
setahun 4 buku
Target merupakan modal awal paling penting dalam merintis bisnis apapun. Termasuk bisnis penerbitan indie. Saya menargetkan bikin 4 (empat) buku di tahun 2011 ini, yaitu:
Begitu juga dengan buku Traveling with Kids yang akan ditulis bertiga. Saya kebagian nulis tentang traveling with Baby jelajah nusaraya, sementara dua rekan yang lain akan menulis perjalanan ke negara tetangga dengan anak balita, juga keliling Eropa bersama anak usia 11 tahun. Jangan salah ya, partner yang saya pilih adalah emak-emak yang emoh ikutan travel agent. Semua perjalanan dilakukan secara independent, dari mulai booking tiket pesawat, akomodasi, bahkan ngurus visa. Seru kan?
Saya juga menggandeng seorang komikus untuk membuat graphic travelogue tentang perjalanan Baby Bindi menjelajah nusantara. Memang sih, kesannya ini proyek pribadi, semata karena saya suka ngajakin anak jalan-jalan. Tapi sebenarnya target utamanya sih pada komikya, bukan tokohnya. Pengin nerbitin komik-komik perjalanan gitu.
Selain itu saya juga ngebet banget pengin bikin buku tentang kamera poket yang ternyata sangat bisa diandalkan selama perjalanan. Bentuknya yang mungil dan ringkas, fiturnya yang mudah dan gak bikin ribet, sudah begitu hasil jepretannya pun bisa selevel dengan kamera pro. Sayangnya, si poket sering disepelekan. Dan saya pun tergugah untuk mengangkatnya menjadi sebuah buku. Tentu dong, saya juga tandem dengan seseorang yang ngerti fotografi secara teknis.
Eh, maaf ya, sementara pasangan tandem nulis ini saya keep dulu. Bukan berarti dirahasiakan, tapi sekedar untuk membuat yang bersangkutan bebas merdeka dulu. Nanti begitu namanya sudah saya umumkan, mereka akan setiap saat dikejar-kejar deadline. Kasian kan?
- Journey to Nepal
- Traveling with Kids
- Baby Traveler (Graphic Travelogue/Komik)
- Traveling with Compact Camera
Begitu juga dengan buku Traveling with Kids yang akan ditulis bertiga. Saya kebagian nulis tentang traveling with Baby jelajah nusaraya, sementara dua rekan yang lain akan menulis perjalanan ke negara tetangga dengan anak balita, juga keliling Eropa bersama anak usia 11 tahun. Jangan salah ya, partner yang saya pilih adalah emak-emak yang emoh ikutan travel agent. Semua perjalanan dilakukan secara independent, dari mulai booking tiket pesawat, akomodasi, bahkan ngurus visa. Seru kan?
Saya juga menggandeng seorang komikus untuk membuat graphic travelogue tentang perjalanan Baby Bindi menjelajah nusantara. Memang sih, kesannya ini proyek pribadi, semata karena saya suka ngajakin anak jalan-jalan. Tapi sebenarnya target utamanya sih pada komikya, bukan tokohnya. Pengin nerbitin komik-komik perjalanan gitu.
Selain itu saya juga ngebet banget pengin bikin buku tentang kamera poket yang ternyata sangat bisa diandalkan selama perjalanan. Bentuknya yang mungil dan ringkas, fiturnya yang mudah dan gak bikin ribet, sudah begitu hasil jepretannya pun bisa selevel dengan kamera pro. Sayangnya, si poket sering disepelekan. Dan saya pun tergugah untuk mengangkatnya menjadi sebuah buku. Tentu dong, saya juga tandem dengan seseorang yang ngerti fotografi secara teknis.
Eh, maaf ya, sementara pasangan tandem nulis ini saya keep dulu. Bukan berarti dirahasiakan, tapi sekedar untuk membuat yang bersangkutan bebas merdeka dulu. Nanti begitu namanya sudah saya umumkan, mereka akan setiap saat dikejar-kejar deadline. Kasian kan?
Tuesday, 8 March 2011
dari mana datangnya modal?
Bener, itulah pertanyaan pertama yangmengusik saya. Nerbitin buku sendiri itu berarti memang harus menyiapkan modal produksi dalam jumlah yang nggak sedikit. Minimal ongkos cetak buku sudah tersedia. Nah, jika ternyata buku saya nanti direspon positif, kudu segera naik cetak lagi supaya stok buku nggak kosong di toko-toko buku. Padahal hasil penjualan buku mungkin baru bisa diterima paling cepet 3 bulan. Dengan kata lain, saya butuh modal gede.
Saya bukan orang kaya. Bahkan sejujurnya nih, dalam dua tahun terakhir saya tengah mengalami krisis ekonomi yang bikin kepala berdenyut setiap hari. Tagihan membengkak, order menyusut, sudah begitu biaya hidup di rumah juga meningkat. Saya bener-bener kobol-kobol, kebobolan dari berbagai sisi.
Tapi saya percaya pada the power of dream. Selalu ada jalan jika kita punya niat yang kuat untuk meraihnya.
Saya masih ingat, dan akan selalu mengingat, persis 10 tahun lalu, pada bulan Maret 2001 ketika saya mulai merintis usaha di bidang desain grafis & merchandising. Saya tak punya modal besar. Uang tunai saya hanya sekitar 10 juta. Lalu atas bantuan teman yang percaya pada passion saya, akhirnya dapat tambahan modal 40juta. Total jendral terkumpul 50 juta buat beli komputer dan sewa rumah untuk kantoran. Modal awal itu langsung habis dan saya kelabakan ketika sebulan kemudian memenangkan tender bernilai seratus juta lebih! Angka yang fantastis untuk sebuah usaha yang baru berumur sebulan. Alhamdulillah, kok ya nemu modal dari orang-orang yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya.
Memang, selalu ada jalan untuk sebuah gagasan yang sungguh-sungguh.
Saya bukan orang kaya. Bahkan sejujurnya nih, dalam dua tahun terakhir saya tengah mengalami krisis ekonomi yang bikin kepala berdenyut setiap hari. Tagihan membengkak, order menyusut, sudah begitu biaya hidup di rumah juga meningkat. Saya bener-bener kobol-kobol, kebobolan dari berbagai sisi.
Tapi saya percaya pada the power of dream. Selalu ada jalan jika kita punya niat yang kuat untuk meraihnya.
Saya masih ingat, dan akan selalu mengingat, persis 10 tahun lalu, pada bulan Maret 2001 ketika saya mulai merintis usaha di bidang desain grafis & merchandising. Saya tak punya modal besar. Uang tunai saya hanya sekitar 10 juta. Lalu atas bantuan teman yang percaya pada passion saya, akhirnya dapat tambahan modal 40juta. Total jendral terkumpul 50 juta buat beli komputer dan sewa rumah untuk kantoran. Modal awal itu langsung habis dan saya kelabakan ketika sebulan kemudian memenangkan tender bernilai seratus juta lebih! Angka yang fantastis untuk sebuah usaha yang baru berumur sebulan. Alhamdulillah, kok ya nemu modal dari orang-orang yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya.
Memang, selalu ada jalan untuk sebuah gagasan yang sungguh-sungguh.
mimpi lama sekali
Setiap awal tahun, terutama sejak tahun 2007, saya selalu membuat resolusi untuk nerbitin buku traveling. Saat itu blog saya sudah berasa travel blog karena banyak kisah perjalanan dan foto-foto perjalanan keliling Indonesia Timur yang mulai saya lakukan sejak tahun 2005. Bahkan di bulan Maret 2007, saya secara khusus membuat travel blog terpisah. Sayangnya, resolusi itu hanya berakhir di bulan Januari, tanpa ada progres pada bulan-bulan berikutnya. Dan setiap awal tahun dengan tanpa jera saya mengulangi resolusi itu.
Memang sih, akhirnya saya berhasil menerbitkan 3 buku perjalanan (Agustus 2009, Agustus 2010, dan Maret 2011). Tapi diterbitkan oleh penerbit besar yang sudah eksis di dunia perbukuan. Sementara, mimpi saya yang sesungguhnya adalah indie publishing, alias nerbitin sendiri. Jadi, meskipun ketiga buku yang saya terbitin direspon sangat memuaskan oleh pembaca dan penerbit, saya kok tetep merasa belum puas ya. Ada yang masih menggedor-gedor di dalam dada, minta segera direalisasikan.
Karena itulah, niat ingsun merintis penerbitan indie harus segera diwujudkan tahun ini juga.
Memang sih, akhirnya saya berhasil menerbitkan 3 buku perjalanan (Agustus 2009, Agustus 2010, dan Maret 2011). Tapi diterbitkan oleh penerbit besar yang sudah eksis di dunia perbukuan. Sementara, mimpi saya yang sesungguhnya adalah indie publishing, alias nerbitin sendiri. Jadi, meskipun ketiga buku yang saya terbitin direspon sangat memuaskan oleh pembaca dan penerbit, saya kok tetep merasa belum puas ya. Ada yang masih menggedor-gedor di dalam dada, minta segera direalisasikan.
Karena itulah, niat ingsun merintis penerbitan indie harus segera diwujudkan tahun ini juga.
Subscribe to:
Posts (Atom)