Pages

Tuesday 8 March 2011

dari mana datangnya modal?

Bener, itulah pertanyaan pertama yangmengusik saya. Nerbitin buku sendiri itu berarti memang harus menyiapkan modal produksi dalam jumlah yang nggak sedikit. Minimal ongkos cetak buku sudah tersedia. Nah, jika ternyata buku saya nanti direspon positif, kudu segera naik cetak lagi supaya stok buku nggak kosong di toko-toko buku. Padahal hasil penjualan buku mungkin baru bisa diterima paling cepet 3 bulan. Dengan kata lain, saya butuh modal gede.

Saya bukan orang kaya. Bahkan sejujurnya nih, dalam dua tahun terakhir saya tengah mengalami krisis ekonomi yang bikin kepala berdenyut setiap hari. Tagihan membengkak, order menyusut, sudah begitu biaya hidup di rumah juga meningkat. Saya bener-bener kobol-kobol, kebobolan dari berbagai sisi.

Tapi saya percaya pada the power of dream. Selalu ada jalan jika kita punya niat yang kuat untuk meraihnya.

Saya masih ingat, dan akan selalu mengingat, persis 10 tahun lalu, pada bulan Maret 2001 ketika saya mulai merintis usaha di bidang desain grafis & merchandising. Saya tak punya modal besar. Uang tunai saya hanya sekitar 10 juta. Lalu atas bantuan teman yang percaya pada passion saya, akhirnya dapat tambahan modal 40juta. Total jendral terkumpul 50 juta buat beli komputer dan sewa rumah untuk kantoran. Modal awal itu langsung habis dan saya kelabakan ketika sebulan kemudian memenangkan tender bernilai seratus juta lebih! Angka yang fantastis untuk sebuah usaha yang baru berumur sebulan. Alhamdulillah, kok ya nemu modal dari orang-orang yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya.

Memang, selalu ada jalan untuk sebuah gagasan yang sungguh-sungguh.

No comments:

Post a Comment